Makalah
Akuntansi Biaya Produk Mudharabah
MANAJEMEN PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH
Dosen
Pengampuh: Yudhi Prayogo M.Si
Disusun
Oleh:
Agus Susanto
(SE100112)
AKUNTANSI
5”A”
FAKULTAS
SYARIAH, EKONOMI ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
SULTHAN
THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2013
KATA PENGANTAR
بِــسْـــــــــــــــــــــــــمِ
اللهِ الرَّ حْمنِ الرَّ
حِــــــــــــــــــــــــيْـــــــــــــــــــــــــــــمٍ
Segala
puji syukur kehadirat Allah SWT. karena hanya dengan perkenaan-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas mid semester “Akuntansi Biaya Produk Mudharabah” ini, tak
lupa sholawat beserta salam kami agungkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang mana
beliau telah membawa umat manusia dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang-benderang yang dirasakan saat ini.
Kami
menysun tugas ini dengan pembahasan ”Manajemen
Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Syariah”
Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan dan banyak yang belum
memenuhi kriteria yang diberikan dikarenakan keterbatasan bahan untuk mencari
semua ini, kami sangat menerima kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan makalah ini di masa yang akan datang, semoga makalah ini
bermanfaat bagi kami khususnya, dan pembaca umumnya. Amin....
Sekian
pengantar dari kami, saya ucapkan terima kasih.
Jambi, Januari 2013
Penyusun
Agus
susanto
BAB, I
PENDAHULUAN
1.
ABSTRAK
Dalam hal strategi pengembangan perbankan syariah dan
produk-produknya,Indonesia memilih pendekatan yang bertahap dan
berkesinambungan (gradual and sustainable) yang sesuai Syariah (comply to Sharia
principles) dan tidak mengadopsi akad-akad yang kontroversial. Pendekatan
yang bertahap dan
berkesinambungan memungkinkan perkembangan yang sesuai dengan keadaan
dan kesiapan
pelaku tanpa dipaksakan serta membentuk sistem yang kokoh dan tidak rapuh.
Sementara itu, pendekatan yang berhati-hati yang sesuai dengan prinsip Syariah
menjamin produk-produk yang ditawarkan terjamin kemurnian Syariahnya dan dapat
diterima masyarakat luas dan dunia internasional.
Setelah bank
syariah pertama berdiri pada tahun 1992, asuransi syariah atau Takaful mulai
muncul pada tahun 1994 dengan berdirinya Asuransi TakafulKeluarga. Setelah itu,
muncul Jakarta Islamic Index (JII) yang merupakan pengelompokan saham-saham 30
emiten yang dipandang paling mendekati kriteriasyariah.
Meskipun
demikian, setiap saat tetap diperlukan kajian-kajian terhadap produk-produk
perbankan syariah untuk memastikan kesesuaian dengan kaidah-kaidah syariah
sehingga perkembangan perbankan syariah bersifat menyeluruh, baik dari segi
kuantitas dengan menjangkau masyarakat yang lebih luas maupun kualitas dengan
memenuhi seluruh kaidah-kaidah syariah.
1.1 Latar Belakang
Bank Syariah berfungsi sebagai
penghimpun dana dari nasabah dan penyalur dana bagi kegiatan sector riil. Salah
satu dasar hukum yang digunakan adalah Mudharabah. Mudharabah dijadikan
landasan hukum untuk produk Deposito Mudharabah yang bertujuan menghimpun dana
nasabah dan menyalurkannya dalam bentuk Pembiayaan Mudharabah. Kedua produk
tersebut ditawarkan dengan skema bagi hasil. Pada Deposito Mudharabah, nasabah
sebagai shahibul maal akan memperoleh nisbah sesuai dengan keuntungan Bank.
Pada Pembiayaan Mudharabah, Bank sebagai shahibul maal akan memperoleh nisbah
sesuai dengan keuntungan Mudharib.
Untuk mencermati lebih jauh
bagaimana kesesuaian produk Bank Syariah pada manajeman pembiayaan, khususnya Deposito
Mudharabah dan Pembiayaan Mudharabah, dengan sistem Mudharabah dalam literatur
fiqih maka disusunlah kajian syariah terhadap produk tersebut yang dituangkan
ke dalam makalah ini.
BAB, II
PEMBAHASAN
MANAJEMEN PEMBIAYAAN
MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH
2.
MUDHARABAH
DAN SYARAT
Dalam
Fiqh Muamalah Mudharabah merupakan salah satu bentuk kerjasama antara Shahibul
maal (investor) dengan seorang pihak kedua (Mudharib) yang berfungsi sebagai
pengelola dalam berdagang. Istilah Mudharabah oleh ulama fiqh Hijazdisebutkan
dengan Qiradh.
2.1 Definisi Mudharabah Menurut
Fiqh.
Mudharabah berasal dari kata dharb,
berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih
tepatnya adalah proses seseorang memukul kakinya dalam menjalankan usaha.
Secara terminologi, para Ulama Fiqh
mendefinisikan Mudharabah atau Qiradh dengan:
“Pemilik modal (investor)
menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan, sedangkan
keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan”.
Mudharib menyumbangkan tenaga dan
waktunya dan mengelola kongsi mereka sesuaidengan syarat-syarat kontrak. Salah
satu ciri utama dari kontrak ini adalah bahwa keuntungan, jika ada, akan dibagi
antara investor dan mudharib berdasarkan proporsi yang telah disepakati
sebelumnya. Kerugian, jika ada, akan ditanggung sendiri oleh si investor.
Berdasarkan Kamus Populer Keuangan
dan Ekonomi Syariah, Mudharabah didefinisikan sebagai penanaman dana dari
pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharrib) untuk melakukan
kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan
rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing)
antara kedua belah pihakberdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) diterangkan bahwa dalam rangka
mengembangkan dan meningkatkan dana lembaga keuangan syari’ah (LKS), pihak LKS
dapat menyalurkan dananya kepada pihak lain dengan cara mudharabah, yaitu akad
kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (malik, shahib
al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (‘amil, mudharib,
nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara
mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
2.2 Hukum Mudharabah
Secara eksplisit Al-Qur’an tidak
menjelaskan langsung mengenai hukum Mudharabah, namun Al-Qur’an memuat akar
kata dl-r-b yang darinya kata Mudharabah diambil. Mekipun ayat-ayat Al-Qur’an
tersebut memiliki kaitan yang cukup jauh dengan Mudharabah. Dalam ayat-ayat
tersebut menunjukkan arti “perjalanan” atau “perjalanan untuk tujuan dagang”.
Dalam Islam akad mudharabah
dibolehkan, karena bertujuan untuk saling membantu antara rab al-mal (investor)
dengan pengelola dagang (mudharib). Demikian dikatakan oleh Ibn Rusyd
(w.595/1198) dari madzhab Maliki bahwa kebolehan akad mudharabah merupakan suatu
kelonggaran yang khusus.
Meskipun mudharabah tidak secara
langsung disebutkan oleh al-Qur‟an atau Sunnah, ia adalah sebuah
kebiasaan yang diakui dan dipraktikkan oleh umat Islam, dan bentuk dagang
semacam ini tampaknya terus hidup sepanjang periode awal era Islam sebagai
tulang punggung perdagangan karavan dan perdagangan jarak jauh.
Dasar hukum yang biasa digunakan
oleh para Fuqaha tentang kebolehan bentukkerjasama ini adalah firman Allah dalam
Surah al-Muzzammil ayat 20 :
..... .وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
“....dan
sebagian mereka berjalan di bumi mencari karunia Allah....”(Al-muzammil : 20).
Dari ayat tersebut di atas, secara umum mengandung kebolehan
akad mudharabah,yang secara bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah
SWT di muka bumi.
Kemudian dalam Sabda Rasulullah SAW. dijumpai sebuah riwayat
dalam kasusmudharabah yang dilakukan oleh Abbas Ibn al-Muthalib yang artinya:
“Tuan kami ‘Abbas Ibn Abd al-Muthalib’ jika menyerahkan hartanya (kepadaseorang
yang pakar dalam perdagangan) melalui akad mudharabah, dia mengemukakansyarat
bahwa harta itu jangan diperdagangkan melalui lautan, juga janganmenempuh
lembah-lembah, dan tidak boleh dibelikan hewan ternak yang sakit tidakdapat
bergerak atau berjalan. Jika (ketiga) hal itu dilakukan,
maka pengelolamodal dikenai ganti rugi. Kemudian syarat yang dikemukakanAbbas
Ibn Abdal-Muthalib ini sampai kepada Rasulullah SAW, dan Rasul membolehkannya”.
(HR.Ath-Tabrani).
Dikatakan
bahwa Nabi dan beberapa Sahabat pun terlibat dalam kongsi-kongsiMudharabah.
Menurut Ibn Taimiyyah, para fuqaha menyatakan kehahalan mudharabahberdasarkan
riwayat-riwayat tertentu yang dinisbatkan kepada beberapa Sahabattetapi tidak
ada Hadits sahih mengenai mudharabah yang dinisbatkan kepada Nabi.
2.3 Rukun dan Syarat
Dalam hal
rukun akad mudharabah terdapat beberapa perbedaan pendapat antara Ulama
Hanafiyah dengan Jumhur Ulama. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa yangmenjadi
rukun akad mudharabah adalah Ijab dan Qabul.
Sedangkan Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun akad
mudharabah adalah terdiriatas orang yang berakad, modal, keuntungan, kerja dan
kad; tidak hanya terbataspada rukun sebagaimana yang dikemukakan Ulama
Hanafiyah, akan tetapi, UlamaHanafiyah memasukkan rukun-rukun yang disebutkan
Jumhur Ulama itu, selain Ijabdan Qabul sebagai syarat akad mudharabah.
Adapun syarat-syarat mudharabah, sesuai dengan rukun yang
dikemukakan Jumhur Ulama di atas adalah :
1.
Orang yang berakal harus cakap bertindak hukum dan cakap
diangkat sebagaiwakil.
2.
Mengenai modal disyaratkan: a) berbentuk uang, b) jelas
jumlahnya, c) tunai,dan d) diserahkan sepenuhya kepada mudharib (pengelola).
Oleh karenanya jikamodal itu berbentuk barang, menurut Ulama Fiqh tidak
dibolehkan, karena sulituntuk menentukan keuntungannya.
3.
Yang terkait dengan keuntungan disyaratkan bahwa pembagian
keuntungan harusjelas dan bagian masing-masing diambil dari keuntungan dagang
itu.
2.4 Klasifikasi Mudharabah
Kerja sama Mudharabah dikelompokan
menjadi 2 (dua), yaitu:
1.
Mudharabah Muthlaqah, Adalah sistem mudharabah yang dalam
hal ini, pemilikmodal (shahib al mal atau investor) menyerahkan modal kepada
pengelola tanpapembatasan jenis usaha, tempat dan waktu, ataupun dengan siapa
pengelolabertransaksi. Jenis ini memberikan kebebasan kepada mudhaarib
(pengelola modal)untuk melakukan apa saja yang dipandang dapat mewujudkan
kemaslahatan.
2.
Mudharabah Muqayyadah, Dalam hal ini pemilik modal (investor)
menyerahkanmodal kepada pengelola dan menentukan jenis usaha, tempat, waktu,
ataupun pihak-pihakyang dibolehkan bertransaksi dengan mudharib.
Persyaratan pada jenis yang kedua
ini diperselisihkan para ulama mengenaikeabsahannya. Namun yang rajih, pembatasan
tersebut berguna dan sama sekali tidak menyelisihi dalil syar’i, karena hanya
sekedar ijtihad dan dilakukan berdasarkan kesepakatan dan keridhaan kedua belah
pihak, sehingga wajib ditunaikan. Demikianlah yang dirajihkan oleh
penulis kitab Al-Fiqh Al-Muyassarhalaman.187
3.
PRODUK
PERBANKAN SYARIAH: DEPOSITO MUDHARABAH
Pembahasan mudharabah dalam
Perbankan Islam lebih cenderung bersifat aplikatifdan praktis, jika
dibandingkan dengan literatur fiqh yang bersifat teoritis. Kontrak mudharabah
bank-bank Islam saat ini sudah menjamur diseluruh dunia,terutama di Timur
Tengah. Perbankan Islam telah menjadi istilah yang sudah tidak asing
baik di dunia Muslim maupun di dunia Barat. Istilah tersebutmewakili suatu
bentuk perbankan dan pembiayaan yang berusaha menyediakan layanan-layanan
bebas „bunga‟ kepada para nasabah.
Umumnya, kontrak mudharabah digunakan dalam perbankan Islam untuk tujuan
dagang
jangka pendek dan untuk suatu kongsi khusus. Kontrak-kontrak tersebut
yang adaseringkali berarti jual-beli barang, yang menunjukkan sifat dagang dari
kontra
kini. Para nasabah bank Islam mengikuti kontrak-kontrak mudharabah
dengan bankIslam. Mudharib (nasabah) setelah menerima dukungan pendanaan dari
bank,
membeli sejumlah atau senilai tertentu dari barang yang sangat spesifik
dari
seorang penjual dan menjualnya kepada pihak ketiga dengan suatu laba.
Sebelum
disetujuinya pendanaan, mudharib memberikan kepada bank segala perincian mendetail
yang terkait dengan barang, sumber dimana barang dapat dibeli sertasemua biaya
yang terkait dengan pembelian barang tersebut. Kepada bank mudharib menyajikan
pernyataan-pernyataan finansial yang disyaratkan menyangkut harga jual yang
diharapkan, arus kas (cash flow) dan batas laba (profit margin), yang akan dikaji
oleh bank sebelum diambil keputusan apapun tentang pendanaan. Biasanya
bank akan memberi dana yang diperlukan jika ia telah cukup puas denganbatas
laba yang diharapkan atas dana yang diberikan.
3.1 Paket
Produk Deposito Mudharabah
1.
Deposito BSM adalah produk investasi berjangka waktu
tertentu dalam mata uangrupiah yang dikelola berdasarkan prinsip Mudharabah
Muthlaqah.
2.
"Merupakan pilihan investasi dalam mata uang rupiah
maupun USD denganjangka waktu 1, 3, 6 dan 12 bulan yang ditujukan bagi Anda
yang inginberinvestasi secara halal, murni sesuai syariah. Dana Anda akan
diinvestasikansecara optimal untuk membiayai berbagai macam usaha produktif
yang berguna bagikepentingan Ummat..
3.
Deposito dengan prinsip mudharabah adalah simpanan nasabah
untuk ikutmenginvestasikan dananya di Bank yang diperjanjikan untuk jangka
tertentu1,3,6,12 dan 24 bulan dan akan mendapatkan imbalan bagi hasil yang
disepakatibersama atas hasil usaha bank, disamping itu nasabah dapat
mensyaratkaninvestasinya pada usaha tertentu atas keinginannya.
Karakteristik:
a. Jangka waktu yang fleksibel antara 1, 3, 6 dan 12
bulan.
b. Deposito tidak dapat dicairkan sebelum jatuh tempo.
c. Fasilitas Automatic Roll Over.
d. Bagi hasil dapat menambah pokok deposito, ditransfer,
atau dipindahbukukanke rekening tabungan atau giro.
e. Dapat digunakan sebagai jaminan pembiayaan atau untuk
referensi BankMuamalat.
Manfaat:
a. Dana aman dan terjamin, sesuai penjaminan pemerintah.
b. Mendapatkan bagi hasil yang kompetitif
c. Dapat dijadikan jaminan dana talangan/pembiayaan.
d. Memperoleh bagi hasil yang sangat menarik setiap
bulan.
e. Investasi disalurkan untuk pembiayaan usaha
produktifyang halal.
f. Aman dan terjamin.
g. Bagi Hasil yang kompetitif setiap bulan dengan nisbah
antara Bank:
Nasabahsebagai berikut ;
1. Jangka Waktu 1 Bulan nisbah
Bank:Nasabah (38%:62%)
2. Jangka Waktu 3 Bulan nisbah Bank:Nasabah (35%:65%)
3. Jangka Waktu 6 Bulan nisbah Bank:Nasabah (35%:65%)
4. Jangka Waktu 12 Bulan nisbah Bank:Nasabah (35%:65%)
5. Jangka Waktu 24 Bulan nisbah Bank:Nasabah (35%:65%)
h. Membantu
Perencanaan investasi anda
i. Membantu
Pengembangan UKM
j. Perpanjangan
jangka waktu dapat dilakukan secara otomatis
k. Pemindah
bukuan bagi hasil secara otomatos (online) ke rekening anda.
Peruntukkan:
1. Individu/Perorangan
2. Badan
Usaha/Badan hokum
Persyaratan:
1. Dokumen/Biaya Perorangan Perusahaan/Badan Hukum Kartu Identitas
KTP/SIM/Paspor Nasabah 1. KTP Pengurus
2. Akte Pendiri
3. SIUP
4. NPWP
Min setoran awal Rp500.000,- Rp1.000.000,-
Biaya Administrasi Break Deposito Rp30.000,- Rp30.000,-
Biaya Materai Rp6.000,- Rp6.000,-
Contoh Perhitungan:
Deposito
Ibu Fitri Rp1.000.000,- berjangka waktu 1 bulan. perbandingan bagi hasil
(nisbah) antara bank dan nasabah adalah 48:52. Bila dianggap total saldo deposito
semua deposan adalah Rp200.000.000,- dan pendapatan bank yang dibagi-hasilkan untuk
deposan adalah Rp3.000.000,- maka bagi hasil yang didapat oleh Ibu Fitriadalah:
Rp1.000.000,-
Rp200.000.000,-
x Rp3.000.000,- x 52 % = Rp7.800,-
(sebelum dipotong pajak)
3.2 Pembiayaan Mudharabah
Skema Pengelolaan Produk Deposito
Mudharabah & Pembiayaan Mudharabah
Implementasi
Mudharabah dalam pengelolaan produk Deposito Mudharabah adalahsebagai berikut:
1.
Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola
modal; harusdiserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan
nilainya dalamsatuan uang. Apabila modal diserahkan secara
bertahap, harus jelas tahapannyadan disepakati bersama.
2.
Hasil dan
pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengandua cara:
a.
Perhitungan
dari pendapatan proyek (revenue sharing).
b.
Perhitungan
dari keuntungan proyek (profit sharing)
3.
Hasil usaha
dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulanatau waktu yang
disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruhkerugian kecuali akibat
kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, sepertipenyeleweng-an, kecurangan dan
penyalahgunaan dana.
4.
Bank berhak
melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhakmencampuri urusan
pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji dengansengaja misalnya tidak
mau membayar kewajiban atau menunda pembayarankewa¬jiban, dapat dikenakan
sanksi administrasi.
a. Modal
Kontrak-kontrak
mudharabah bank Islam menentukan jumlah modal yang digunakandalam kongsi.
Ringkasnya, tidak ada dana tunai yang diberikan kepada mudharib.Jumlah modal
diangsur ke dalam rekening mudharabah yang oleh bank dibuka untuktujuan
pengelolaan mudharabah. Karena umumnya mudharabah untuk tujuan pembelian barang-barang
tertentu, maka bank sendirilah yang melakukan pembayaran kepadapenjual.
Dana-dana yang diberikan oleh bank sebagai modal tidak dalam penanganan
mudharib dan ia tidak dapat menggunakannya untuk tujuan lain. Bagaimanapun juga, bank Islam, misalnya, menyatakan dalam
kontrak mudharabah mereka bahwa mudharib tidak boleh menggunakan dana yang
diberikan kepadanya untuk tujuan apapun selain yang telah ditetapkan dalam
kontrak, sebuah kalusul yang tampaknya agak kurang berarti dalam praktik.
b.
Modal
Mudharib
menjalankan mudharabah dan mengatur pembelian, penyimpanan, pemasaran,dan
penjualan barang. Kontrak menetapkan secara detail bagaimana ia harusmengelola
mudharabah. Mudharib harus memastikan bahwa deskripsi yang benartentang barang
telah tersedia pada saat pengajuan pendanaan. Ia pribadibertanggung jawab atas
segala kerugian atau biaya yang diakibatkan oleh suatu kesalahan
atas spesifikasi karena bank tidak akan menanggung segala kerugian semacam ini.
Ia harus menyimpannya baik-baik. Ringkasnya, mudharib harus mematuhi
syarat-syarat terinci dari kontrak dalam kaitannya dengan manajemen kongsi,
syarat-syarat yang mana umumnya ditentukan oleh bank.
c.
Jangka waktu
Jangka waktu yang digunakan dalam kontrak mudharabah umumnya
ditetapkan olehbank Islam, karena kontrak mudharabah juga umumnya digunakan
untuk tujuan dagang jangka pendek. Kontrak mudharabah dalam bank Islam
hendaknya mengklirkan (liquidated) dan modal bank beserta keuntungannya
diserahkan pada waktu yang telah ditentukan dalam kontrak, karena ada batas
laba dari dana bank dihitung dengan mempertimbangkan jatuh tempo kontrak.
Dari sudut pandang bank, sedikit saja penguluran dari waktu
yang telah ditetapkan akan menempatkan bank dalam risiko, karena hal ini tidak
akan memungkinkan dengan bank untuk mengubah rasio keuntungan yang sejak awal
telah disepakati.
d.
Contract of
Mudharabah.
Karena rasio
keuntungan masih tetap konstan selama jangka waktu mudharabah, suatu
penguluran dapat berarti pengurangan keuntungan atas modal yang diberikan.
Beberapa bank Islam bahkan melangkah lebih jauh lagi dengan mengusulkan
bahwa jika mudharib tidak dapat sepenuhnya memanfaatkan dana selama jangka waktu
yang telah ditentukan, maka ia harus memberikan ganti rugi kepada bank. IIBD
(International Islamic Bank for Investment and Development) misalnya,
menyatakan : “Kontrak
secara otomatis akan dibatalkan pada saat jatuhtempo. Mudharib harus
mengembalikan dana mudharabah kepada investor dengan sedikit
konpensasi atas penyimpanan dana selama waktu kontrak tanpa membuatnyaproduktif”.
e.
Jaminan
Meskipun
dalam fiqih tidak diperbolehkan investor untuk menuntut jaminan dari mudharib,
bank-bank Islam umumnya benar-benar meminta beragam bentuk jaminan. Hal ini
mereka lakukan untuk memastikan bahwa modal yang disalurkan dan keuntungan yang
diharapkan dari modal ini diberikan kepada bank pada saat yang ditetapkan dalam
kontrak. Jaminan dapat diberikan dari mudharib sendiri maupun dari pihak
ketiga. Jaminan yang diminta oleh bank-bank Islam tersebut tidak dibuat untuk
memastikan kembalinya modal, tetapi untuk memastikan bahwa kinerjamudharib
sesuai dengan syarat-syarat kontrak. satu klausul dalam kontrak mudharabah pada Faisal Islamic
Bank of Egyptadalah “Jika terbukti bahwa mudharib menyalahgunakan atau tidak
sungguh-sungguh dalam melindungi barang-barang atau dana-dana, atau bertindak
bertentangan dengan syarat-syarat investor, maka mudharib harus menanggung
kerugian, danharus memberikan jaminan sebagai pengganti kerugian semacam ini”. Dalam kejadian
yang maudharib bertanggung jawab atas kerugian seperti ini, penjamin diharuskan
untuk memberikan ganti rugi kepada bank. Jika yang diberikan oleh penjamin
belum mencukupi, maka mudharib harus memberikan jaminan tambahan dalam jangka waktu
tertentu.
Disamping jaminan
tersebut, mudharib diharuskan untuk menyerahkan laporan-laporanperkembangan
berkala tentang kinerja umum mudharabah maupun tentang arus kas.Ia juga
diwajibkan untuk selalu melakukan pencatatan atas keuangan yang terkait dengan
kontrak, dan mengizinkan perwakilan bank untuk memeriksa catatan tersebut dan
mengeditnya dan untuk menginvestarisasi di toko dan gudangnya kapanpun
tanpa boleh ada keberatan darinya. Jika terjadi keterlambatan dalam menyerahkan
pernyataan neraca atau laporan perkembangan berkala, maka akan berakibat
pada pengurangan bagian laba mudharib sebanding dengan jangka
waktuketerlambatannya.
f.
Pembagian Laba dan Rugi
Dalam pembagian laba dan rugi, secara teori, bank menanggung
secara risiko, tetapi dalam praktik, dikarenakan sifat mudharabah bank Islam
dan syarat-syaratyang ada di dalamnya, kerugian semacam ini mungkin akan jarang
sekali terjadi.
Bank Islam
sepakat dengan nasabah mudharabahnya tentang rasio laba yangditetapkan dalam
kontrak. Rasio akan tergantung antara lain pada daya tawar sinasabah, prakiraan
laba, suku bunga pasar, karakter pribadi nasabah dan daya jual barang,
maupun jangka waktu kontrak.
Jika mudharabah tidak menghasilkan suatu keuntungan, si
mudharib tidak akan mendapatkan sedikit pun upah atas kerjanya. Dalam hal ini
mengalami kerugiansepanjang tidak ditemukan bukti salah guna dan salah urus
mudharib atas danamudharabah atau sepanjang tidak ditentukan pelanggaran atas
syarat-syarat yangditetapkan oleh bank. Jika
terbukti demikian, maka mudharib sendiri yang akanmenanggung kerugian, dalam
kasus mana jaminan yang terkait dengan tanggung jawabnasabah harus diberikan
kepada bank.
Pihak bank
untuk mengambil alih dalam risiko dari setiap kerugian tidak begitusaja
terjadi. Ia melewati bermacam-macam cara untuk menghilangkanketidakpastian yang
mungkin terjadi dalam kongsi mudharabah murni. Risiko aktuarial
dalam kongsi mudharabah seperti yang digunakan dalam perbankan Islam dapat diukur
dan dapat dipastikan. Untuk alasan inilah, dapat dikatakan bahwa mudharabah
bank Islam sedikit berbeda dengan penyelenggaraan investasi berisiko rendah
maupun investasi bebas risiko manapun.
Dasar
Perhitungan & Kesepakatan Penyerahan Bagi Hasil:
1.
Proyeksi
Total Pendapatan Usaha : Rp ...................... per Hari /Minggu / Bulan
2.
Proyeksi
Total Pengeluaran & Biaya Usaha : Rp ...................... perHari /
Minggu / Bulan
3.
Proyeksi
Sisa Awal Hasil Usaha ( 1 – 2 ) : Rp ...................... perHari / Minggu /
Bulan
4.
Penyisihan
Cadangan Modal Usaha : Rp ...................... per Hari /Minggu / Bulan
5.
Pengembalian
Pokok / Modal : Rp ...................... per Hari / Minggu /Bulan
6.
Proyeksi
Sisa Akhir Hasil Usaha ( 3 – 4 – 5 ) : Rp ......................per Hari /
Minggu / Bulan
7.
Proyeksi
Kesepakatan Bagi Hasil : Rp ...................... per Hari /Minggu / Bulan
8.
Proyeksi
Sisa Hasil Usaha Nasabah (6 – 7 ) : Rp ...................... perHari / Minggu
/ Bulan
9.
Nisbah Bagi
Hasil Bank : ............ % (7/6 x 100%)
10.
Nisbah Bagi
Hasil Nasabah : ............ % (8/6 x 100%)
4.
PRODUK MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH
Sebelum kita mencoba
menganalisa posisi perbankan islam dalam menjalankan salahsatu produknya yaitu
mudharabah, alangkah baiknya kita pahami terlebih dahulupengertian tentang
bank.
Secara bahasa bank adalah lembaga yang bergerak dibidang penjaminan,pengumpulan
dana dan pemberi pinjaman.
Atau lembaga
khusus yang bergerak dalam memberikan pinjaman dana.
Menurut prof. DR. Ali Salus, “bank memiliki dua peran; sebagai pedagang
utangdan penjamin. Menerima utang dari investor dan meminjamkannya kepada
nasabah.Pihak bank memberikan nominal tertentu kepada investor dari nilai
yangdititipkan dan selanjutnya pihak bank meminta nominal lebih kepada nasabah
yangtelah diberi pinjaman bank.
Dari
pengertian diatas dapat dipahami bahwa apa yang dilakukan oleh perbankan, system yang
diterapkannya adalah riba. Sedangkan riba dalam syariat islam dan dalam
ajaran-ajaran agama lain tidak bisa diterima. Oleh karenanya, perlu di pahami juga
kinerja dari perbankan islam itu seperti apa sehingga bisa membedakan
antara bank konvensional dan bank islami.
Menurut
salabah oman,“bank islami adalah lembaga yang bergerak sebagaiperantara
keuangan tanpa adanya bunga (interest).”
Dari
pengertian kedua system bank yang ada di atas, bisa kita ketahui
perbedaankinerja yang ada. Yang satu menggunakan system bunga dan yang
lainnyamenerapkan system non bunga.
Jadi, peran
dari bank islami itu apa? Apakah sebagai pedagang langsung (mudlarib)
ataukah sebagai perantara keuangan?
Jika melihat permasalah yang ada dari kacamata islami, bisa
dapati bahwa hukum-hukum syariah baik yang berkaitan dengan masalah ibadah
maupun muamalah, tidak ada hal yang mengkhususkan bahwa ibadah dan muamalah ini
hanya untukpedagang saja atau untuk perantara saja dan seterusnya. Akan tetapi,
seluruh
ajaran yang ada itu hanya tergantung pada kemampuan seseorang untuk
menerima
dan melaksanakan syariat islam dengan syarat yang harus dipenuhi. Yaitu
islam,
berakal baligh dll.
Untuk bisa menghukumi apakah yang dilakukan oleh perbankan itu boleh atau tidak, maka
harus dilihat kinerjanya. Apakah terlepas dari hal-hal yangdiharamkan ataukah
tidak.
Diantara produk yang dijalankan oleh perbankan islami adalah
mudharabah.
Hakekat mudharabah yang dipraktekkan oleh perbankan islami
adalah sebagaiberikut; bank menerima sejumlah uang dari investor kemudian oleh
pihak bank,uang tersebut diinvestasikan atau diberikan kepada orang lain supaya
dikelola.
Dapat di pandangi bahwa posisi perbankan disini dia sebagai
pengelola tapitidak secara langsung karena uang yang diterima oleh bank diberikan
lagi kepadaorang lain untuk dikelola juga. Pihak perbankan bukanlah sebagai mudharib
tapi sebagai perantara antara investor dengan pengelola. Jadi, tidak tepat
kalau pihak perbankan disebut sebagai mudharib.
Kecuali kalau perbankan dalam mengelola uang yang telah diterima dari investor,
digunakan dan dikelola sendiri dalam bisnis riil.
5.
MACAM MACAM
PEMBIAYAN
1. Pembiayaan
konsumtif
Diperlukan oleh
pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk
memenuhi kebutuhan. Bank Syariah dapat menyediakan pembiayaan konsumsi dengan
menggunakan skema jual-beli dengan angsuran (bai’ bi tsaman ajil), atau
sewa beli (ijarah muntabia bi tamlik), atau melalui kemitraan dengan
partisipasi menurun (musyarakah mutanaiqishah).
2.
Pembiayaan Modal Kerja Peningkatan Produksi
Unsur-unsur
modal kerja terdiri dari alat likuid (cash), piutang dagang (receivables), dan
persedian barang setenagh jadi dan barang jadi.
Bank
konvensional memberikan kredit modal kerja tersebut dengan cara memberikan
pinjaman sejumlah uang, dengan imbalan berupa bunga. Sedangkan bank syariah
tidak meminjamkan uang namun dengan menjalin hubungan kemitraan dengan nasabah
, dimana bank bertindak sebagai penyandang dana dan nasabah sebagai pengusaha (mudharabah).
Fasilitas ini
berjangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasilnya secara periodik dengan
nasabah yang disepakati.
3.
Pembiayaan Likuiditas
Pada umumnya
digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya
ketidaksesuaian antara cash inflow dan cash outflow pada
perusahaan nasabah. Bank Konvensional memberikan fasilitas kredit rekening
Koran. Atas pemberian fasilitas ini bank memperoleh imbalan bunga atas jumlah
rata-rata pemakaian dana dalam fadilitas tersebut. sedangkan Bank Syariah dapat
menyediakan fasilitas dalam bentuk qard timbal balik, yang disebut compensating
balances. Melalui fasilitas ini nasabah harus membuka rekening
giro wadi’ah, dan bank tidak memberikan bonis atas wadi’ah tersebut. Bila
nasabah mengalami mismatched, nasabah dapat menarik dana melebihi saldo yang
tersedia menjadi negatif sampai maksimum jumlah yang disepakati dalam aqad.
Bank tidak dibenarkan meminta imbalan apapun, kecuali sebatas biaya
administrasi pengelolaan fasilitas.
4.
Pembiayaan piutang
Pembiayaan
piutang dapat digolongkan menjadi pembiayaan piutang dan anjak piutang.
a.
Pembiayaan
Piutang
Bank memberikan pinjaman kepada nasabah untuk mengatasi kekurangan
dana karena masih tertanam dalam piutang dengan imbalan bunga., atas pinjaman
itu bank meminta tagihan. Bila suatu saat bank membutuhkan dana maka dengan
menggunakan tagihan itu bank dapat meminta langsung kepada pihak yang berutang.
b.
Anjak Piutang
Fasilitas ini
diberikan oleh bank konvensional dalam bentuk pengambil alihan piutang nasabah.
Bagi
bank Syariah pembiayaan piutang hanya dapat dilakukan dalam bentuk qard dimana
bank tidak boleh meminta imbalan kecuali biaya administrasi. Untuk anjak
piutang, bank syariah dapat memberikan fasilitas pengambilalihan piutang, yaitu
yang disebut hiwalah. Dalam fasilitas ini juga tidak dibenarkan meminta imbalan
kecuali biaya administrasi dan biaya penagihan.
5.
Pembiayaan Persediaan
Pada bank
konvensional pola pembiayaan ini pada prinsipnya sama dengan kredit untuk
mendanai komponen modal kerja lainnya, yaitu memberikan pinjaman uang dengan
imbalan berupa bunga. Bank Syariah mempunyai mekanisme tersendiri untuk
memenuhi kebutuhan pendanaan persediaan, yaitu antara lain dengan menggunakan
prinsip jual-beli (al bai’) dalam dua tahap. Yang pertama, bank mengadakan
barang-barang yang dibutuhkan oleh nasabah, tahap yang kedua bank menjual
kepada nasabah dengan pembayaran tangguh dan dengan mengambil keuntungan yang
disepakati bersama antara bank dengan nasabah.
6. CONTOH KASUS
6.1. Contoh kasus perhitungan dalam bank syari’ah, yaitu:
Bapak Kevin mempunyai deposito Rp 10.000.000, dalam
jangka waktu 1 bulan (1 Desember 2001 – 1 Januari 2002), dan nisbah bagi hasil
antara nasabah dan bank 57% : 43%. Jika keuntungan bank yang diperoleh untuk
deposito 1 bulan per 31 Desember 2001 adalah Rp 20.000.000 dan rata-rata
deposito jangka waktu 1 bulan adalah Rp 950.000.000, berapakah keuntungan yang
harus diperoleh oleh bapak Kevin?
Jawab:
Keuntungan yang diperoleh bapak Kevin adalah:
(Rp 10.000.000 : Rp 950.000.000) x Rp
20.000.000 x 57% =
Rp 120.000
6.2.
Contoh kasus perhitungan dalam bank kovensional, yaitu:
Pada tanggal 1
Desember 2003, bapak rizal membuka deposito sebesar Rp 10.000.000, jangka waktu
1 bulan dengan tingkat bunga 9% p.a. Berapa bunga yang diperoleh bapak rizal
pada saat jatuh tempo?
Jawab:
Bunga yang harus diperoleh bapak rizal adalah:
(Rp 10.000.000 x 31 hari x 9%) : 365 hari = Rp 76.438
Dari cotoh kasus di atas dapat disimpulkan, bahwa:
a. Perhitungan pada bank syari’ah, besar kecilnya pendapatan yang
diperoleh deposan bergantung pada:
1) Pendapatan bank
2) Nisbah bagi hasil antara nasabah dengan
bank
3) Nominal deposito nasabah
4) Rata-rata deposito untuk jangka waktu
yang sama pada bank.
b. Sedangkan perhitungan pada bank konvensional, besar kecilnya
pendapatan yang diperoleh deposanbergantung pada:
1) Tingkat bunga yang berlaku pada bank
tersebut
2) Nominal deposito nasabah
3) Jangka waktu deposito.
Bank
syari’ah pada dasarnya member keuntungan kepada deposan dengan pendekatan Financing
to Deposit Ratio (FDR), sedangkan pada bank konvensional yaitu dengan
pendekatan biaya, yang artinya dalam mengakui pendapatan bank syari’ah masih
menimbang rasio antara dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan, serta
pendapatan yang dihasilkan dari perpaduan antara dua faktor tersebut. Sedangkan dalam bank konvensional langsung menganggap
semua bunga yang diberikan adalah biaya, tanpa harus membertimbangkan berapakah
pendapatan yang dapat dihasilkan dari dana yang dihimpun tersebut.
Dalam pembiayaan mudharabah tujuan yang utama adalah memperoleh
keuntungan yang nantinya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang biasa
disebut dengan bagi hasil. Dimana, keuntungan adalah jumlah yang didapat
sebagai dari kelebihan modal. Keuntungan adalah tujuan akhir dari mudharabah.
Syarat keuntungan berikut harus dipenuhi:
a. Harus untuk
kedua pihak dan tidak ada satu pihak pun yang mengambil seluruhnya tanpa yang
lainnya.
b. Bagian keuntungan proporsional dari tiap pihak harus diketahui
pada waktu berkontrak dan harus sebagai presentasi dari keuntungan. Bagian
pengelola harus sacara eksplisit ditanyakan pada watu berkontrak. Tetapi harus
diketahui bahwa dibolehkan untuk menyesuaikan presentasi alokasi keuntungan
diantara kedua pihak pada waktu berikutnya.
c. Penyedia
dana menanggung semua kerugian akibat mudharabah, dan pengelola tidak boleh
menanggung bagian apapun darinya kecuali diakibatkan dari kesalahan yang
disengaja atau lalai.
BAB, III
PENUTUP
Kesimpulan
Mudharabah adalah salah satu bentuk akad pembiayaan yang akan di berikan
kepada nasabah dalam suatu Bank. secara umum Mudharabah terbagi kepada dua
jenis, yaitu: Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.
Dalam sistem Mudharabah
ini akadnya adalah kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola,
keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Manfaat dari Mudharabah ini adalah Bank akan menikmati peningkatan
bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat
Akad Mudharabah
harus bejalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan syari’ah dimana si pengelola
harus menjalankan usahanya dengan rasa tanggung jawab yang tinggi, sesuai
dengan prisip Syari’ah dan berupaya agar usahanya tidak terjadi kerugian. Kerugian bisa di akibatkan oleh beberapa
hal, yaitu:
1. Disebabkan oleh resiko bisnis;
2. Disebabkan oleh musibah atau bencana alam dan
3. Disebabkan oleh kelalaian atau penyimpangan
yang dilakukan oleh si pengelola
DAFTAR PUSTAKA
Ilmi, makhalul SM. Teori dan praktek lembaga mikro keuangan
syari’ah. 2002. Yogyakarta: UII press.
Muhammad. Manajemen Bank Syari’ah. 2005. Yogyakarta, (UPP) AMPYKPN
Muhammad. Manajemen pembiayaan bank syari’ah. 2005.
Yogyakarta: akademi manajemen perusahaan YKPN
Syafi’I Antonio, Muhammad. Bank Syari’ah: dari teori ke praktik.2001 Jakarta :
gema insani press
Tim Pengembangan Perbankan Syariah
Institute Bankir Indonesia. “Bank Syari’ah: Konsep, Produk dan Implementasi
Operasional bank syari’ah”. 2002.
Jakarta:
Djambatan
Ilmi, makhalul SM. Teori dan praktek lembaga mikro keuangan
syari’ah. 2002. Yogyakarta: UII press.hal 23
Muhammad. Manajemen Bank Syari’ah. 2005. Yogyakarta, (UPP) AMPYKPN.hal 34
Muhammad. Manajemen pembiayaan bank syari’ah. 2005.
Yogyakarta: akademi manajemen perusahaan YKPN.hal.123
Syafi’I Antonio, Muhammad. Bank Syari’ah: dari teori ke praktik.2001 Jakarta :
gema insani press.hal.56
Tim Pengembangan Perbankan Syariah
Institute Bankir Indonesia. “Bank Syari’ah: Konsep, Produk dan Implementasi
Operasional bank syari’ah”. 2002.
Jakarta:
Djambatan.hal. 89